BANYUASIN,Onlinesriwijaya.com – Para kepala desa di wilayah Kabupaten Banyuasin saat ini mengikuti acara Bimtek orientasi Kabupaten penghasil buah sawit dan pembangunan desa berkelanjutan yang digelar oleh Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) dan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI).
Sepertinya halnya Kepala Desa Pagar Bulan Kecamatan Rantau Bayur Kurnaidi yang di dampingi Sekdes Edy, juga ikut serta dalam kegiatan acara tersebut. Yang mana Kades Kurnaidi berharap semoga semuanya ada manfaat bagi Desa dan masyarakatnya.
“Saat ini saya bersama Sekdes sedang mengikuti Acara bimtek orientasi kabupaten penghasil buah sawit dan pembangunan desa berkelanjutan selama tiga hari yang dimulai pada Sabtu kemarin di Ancol city Jakarta, semoga semua nya ada manfaat bagi desa dan masyarakat saya untuk kedepan nya,”ujar Kurnaidi saat dihubungi lewat pesan WhatsApp, Minggu (17/07).
Kades Kurnaidi menyebut, bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia. Sistem Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan prasyarat wajib yang ditetapkan pemerintah perkebunan sawit guna memperbaiki tata kelola sawit yang berkelanjutan.
Seperti dikutif dari Republika.co.id, bahwa acara Bimtek ini dibuka langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, yang mana dalam sambutannya meminta para kepala daerah dan kepala desa bekerja sama memanfaatkan industri kelapa sawit untuk kepentingan rakyat.
Mendagri mengingatkan, Indonesia merupakan pemain dominan dalam industri kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit tidak hanya memberikan pemasukan untuk pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga memberikan lapangan kerja serta manfaat besar lainnya bagi rakyat.
“Maka oleh karena itu, peran kepala desa dan bupati juga harus disertakan dalam tata kelola untuk industri perkebunan kelapa sawit yang menjadi primadona Indonesia ini,” kata Mendagri saat membuka acara “Orientasi Pembangunan Desa Berkelanjutan” di ABC International Stadium Ancol Jakarta, Sabtu (16/07).
Mendagri dalam kesempatan itu sangat mendukung visi untuk mempertahankan Indonesia sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan tetap memperhatikan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable) atau bersahabat dengan lingkungan.
Mendagri menjabarkan, salah satu isu penting di tengah pandemi Covid-19 yaitu masalah lingkungan, seperti perubahan iklim dan global warming. Hal ini jika tidak dikelola akan menjadi bencana yang melebihi pandemi Covid-19. Karena itu, upaya-upaya untuk menjaga lingkungan, termasuk mengelola hutan agar tidak terjadi penebangan secara berlebihan karena kelapa sawit harus dilakukan.
Untuk itu, Mendagri mengimbau agar semua pihak kembali pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjadi konstitusi negara. UUD telah mengamanatkan, semua sumber daya alam yang ada di Indonesia, baik bumi, air, dan semua di dalamnya harus digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.
“Tidak hanya pemerintah yang diuntungkan, tidak hanya investor/pengusaha yang diuntungkan, yang paling utama adalah rakyat yang harus diuntungkan,” tegasnya.
Meski begitu, lanjut Mendagri, dalam konteks industri kelapa sawit masih banyak terjadi permasalahan dengan rakyat. Ketidakpuasan terjadi karena rakyat hanya menjadi penonton di kampung atau di daerahnya. Hal inilah yang menimbulkan adanya resistensi. Seperti masalah pertanahan dengan rakyat karena pembukaan kelapa sawit, kemudian ada dominasi dari pengusaha besar tertentu sehingga rakyat tidak mendapatkan manfaat.
“Bagaimana rakyat ini bisa mendapatkan nilai tambah dari adanya usaha investasi sawit yang ada di situ. Nah ini, memerlukan tata kelola yang lebih baik. Dan tata kelola yang baik ini perlu melibatkan semua stakeholder, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah,” ujarnya.
Dalam lingkup pemerintah daerah, jelas Mendagri, tanpa mengecilkan peran gubernur, yang paling depan berhadapan dengan masyarakat adalah para kepala desa dan bupati, sehingga peran keduanya perlu dilibatkan.
“Sebab kepala desa sehari-hari bertemu, berhadapan, dan mendengarkan keluh kesah, usulan, serta aspirasi dari masyarakatnya. Bupati juga pada posisi sama, berhadapan langsung dengan masyarakat,” pungkas dia. (Adm)